VISIBANTEN.COM, TANGERANG — Di tengah hiruk-pikuk modernitas Kota Tangerang yang terus berkembang, ada sebuah ritual yang tetap mengalir dengan tenang, mengingatkan masyarakat akan pentingnya melestarikan tradisi dan menghargai warisan budaya.
Setiap tahunnya, saat Festival Peh Cun digelar, masyarakat Tionghoa di Kota Tangerang mengadakan ritual memandikan Perahu Papak, sebuah prosesi sakral yang tidak hanya menyangkut pembersihan fisik, tetapi juga spiritual.
Ritual yang berlangsung di bawah cahaya bulan dan temaram lampion ini menyatukan generasi demi generasi dalam doa dan harapan untuk keselamatan, keberkahan, serta menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan leluhur.
Bacaan Lainnya:
Ritual yang Sarat Makna
Pada Jumat malam (29/05/2025) yang sarat dengan suasana khidmat, Perahu Papak—perahu tradisional yang biasanya digunakan dalam lomba perahu naga—menjadi pusat perhatian. Dalam ritual sakral ini, perahu dimandikan sebagai simbol penyucian, baik dari kotoran fisik maupun energi negatif.
Asap dupa mengepul, sementara alunan musik tradisional mengiringi setiap langkah prosesi, menciptakan suasana yang magis dan penuh kesakralan. Ritual ini, meskipun terlihat sederhana, memiliki makna yang dalam.
Js Yap Cun Goan, rohaniawan yang memimpin prosesi, menjelaskan bahwa memandikan Perahu Papak dengan air Sungai Cisadane yang telah diberkahi adalah bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus simbol penyucian.
“Ritual malam ini adalah bentuk penghormatan kepada leluhur dan simbol penyucian. Kita membersihkan perahu dari kotoran fisik, tapi juga dari energi negatif,” ujar beliau, menegaskan bahwa ritual ini lebih dari sekadar tradisi fisik—itu adalah sarana untuk pembersihan spiritual dan pembersihan jiwa.