Memelihara Keseimbangan antara Manusia, Alam, dan Leluhur
Setiap tahun, di bawah langit yang dipenuhi cahaya bulan, masyarakat Tionghoa Kota Tangerang berkumpul untuk melaksanakan ritual ini. Tepian Sungai Cisadane menjadi saksi bisu dari harapan dan doa yang terpanjatkan, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan komunitas.
Dalam prosesi ini, Perahu Papak, yang telah diberkahi dengan air sungai, menjadi simbol penting dalam menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan leluhur.
“Ritual memandikan perahu tersebut merupakan tradisi rutin yang telah melegenda sejak Festival Peh Cun diselenggarakan pertama kali pada tahun 1910 silam,” lanjut Js Yap Cun Goan, memberikan penegasan bahwa ritual ini bukanlah sekadar perayaan tahunan, melainkan sebuah warisan budaya yang telah tertanam dalam sejarah Kota Tangerang.
Bacaan Lainnya:
Koneksi antara Leluhur dan Generasi Masa Kini
Bagi masyarakat Tionghoa, ritual ini bukan hanya sekadar pelaksanaan upacara adat. Lebih dari itu, ini adalah cara untuk menjaga koneksi antara manusia dan sejarahnya, antara leluhur dan generasi masa kini.
Ritual ini, meskipun terus dilaksanakan selama berabad-abad, tetap relevan di tengah kemajuan zaman. Ini adalah cara masyarakat untuk mengingat dan menghormati perjalanan panjang yang telah dilalui oleh leluhur mereka.
“Ritual malam memandikan Perahu Papak bukan hanya tentang menjaga tradisi, tetapi juga menjaga koneksi, antara manusia dan sejarahnya, antara leluhur dan generasi masa kini,” ujar Js Yap Cun Goan menutup penjelasannya.