VISIBANTEN.COM, JAKARTA — Upaya penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan menuntut komitmen kuat semua pihak demi mewujudkan amanat konstitusi untuk melindungi dan menjamin hak hidup setiap warga negara.
“Membiarkan kekerasan terhadap perempuan terus terjadi, sama saja mengancam kehidupan satu generasi. Langkah-langkah konkret harus segera diambil untuk mencegah dan menghapuskan tindak kekerasan terhadap perempuan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Darurat Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Diskusi yang dimoderatori Nur Amalia (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Agung Budi Santoso (Asisten Deputi Bidang Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI), Brigjen Pol. Desy Andriani (Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO, Bareskrim Polri), dan Siti Aminah Tardi (Komisioner Komnas Perempuan/Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan) sebagai narasumber.
Bacaan Lainnya:
Selain itu hadir pula Devi Anggraini (Ketua Umum Persekutuan Perempuan Adat Nusantara/PEREMPUAN AMAN) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, sejumlah peraturan perundangan dan aturan pelaksana pencegahan tindak kekerasan sudah tersedia, tetapi para pelaksananya belum bisa bekerja secara maksimal.
Akibatnya, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, angka kasus kekerasan terhadap perempuan per Juli 2024 berdasarkan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencapai 12.576 kasus.
Peringatan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di seluruh dunia pada 25 November mendatang, tambah Rerie, bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk memperbaharui komitmen para pemerhati masalah perempuan, para pendukung, dan pemangku kebijakan untuk konsisten mewujudkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Bacaan Lainnya:
Selain itu, ujar Rerie, momentum kampanye 16 hari penghapusan kekerasan terhadap perempuan juga bisa dimanfaatkan untuk meminta pertanggungjawaban para aktor kunci dan pemangku kepentingan untuk konsisten mendukung berbagai upaya mengakhiri berbagai siklus kekerasan.
Apalagi, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR, saat ini juga terjadi kekerasan berbasis gender secara daring yang juga menyasar perempuan.
Rerie juga mengingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan kerap terjadi di lingkungan terdekat dengan relasi kuasa tertentu, yang biasanya berakhir damai sehingga korban tidak mendapatkan keadilan.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar negara harus segera mengambil peran untuk menjamin hak hidup, keamanan, dan kebebasan setiap warga negara yang merupakan amanat konstitusi kita. (jid)